Hari ini, 18 mei, dua tahun yang lalu, adalah hari kepergian Steve Jobs, tokoh besar di balik Apple memperingatinya dengan memuat video memorial pada halaman utamanya serta secarik surat pendek dari Tim Cook, CEO Apple saat ini.
Namun, bagaimana perjalanan hidup Steve Jobs sebenarnya?
Besar sebagai anak angkat, perjalanan hidup Steve Jobs
memang tidak mudah. Namun, ia membuktikan bahwa keteguhan hati akan membuat
perubahan bagi hidup seseorang; bahkan perubahan bagi dunia. Berikut ini kisahnya.
***
Meskipun berat, keputusan Joanne sudah bulat. Ia akan
merelakan bayi yang dikandungnya untuk diadopsi.
Bukan tidak sayang, namun ia
dipaksa keadaan. Ayahnya tidak merestui hubungannya dengan Abdullah Jandali,
kekasih sekaligus ayah bayi yang dikandungnya itu. Namun Joanne ingin menjamin
masa depan bayinya, sehingga ia mengajukan satu syarat: anaknya harus diadopsi
pasangan bergelar sarjana.
Kandidat utama orang tua angkat itu sebenarnya adalah
seorang pengacara. Namun ketika pada Joanne melahirkan seorang bayi di tanggal
24 Februari 1955, pasangan tersebut menarik diri. Mereka mencari seorang bayi
perempuan, sementara Joanne melahirkan bayi laki-laki. Akhirnya dicarilah
pasangan lain, yaitu Paul dan Clara Jobs.
Masalahnya, Clara tidak pernah lulus
kuliah; Paul bahkan tidak pernah lulus SMA. Joanne sempat bimbang, namun akhirnya
rela melepas anak laki-laki tersebut setelah pasangan Jobs memberi menjamin:
anak laki-laki itu suatu hari akan kuliah.
Dari kisah dramatis itulah, kisah seorang pria bernama
Steve Jobs dimulai.
Sedikit ironis bahwa orang tua biologisnya justru menikah
setelah Steve Jobs diadopsi dan memiliki satu orang anak lagi, Mona Simpson. Steve
Jobs sendiri baru mengetahui tentang orang tua kandungnya itu pada usia 27
tahun.
Jobs kecil tinggal di seputaran Silicon Valley, maka tak heran kalau
kecintaannya terhadap benda-benda elektronik sangat besar. Di sini mulai
terlihat bakatnya dalam mengutak-atik benda elektronik, termasuk komputer pada
jaman itu.
Saat SMA, di sela-sela waktu luangnya Jobs sering berkunjung ke
Hewlett-Packard. Di sanalah dia bertemu dengan Steve Wozniak – yang dipanggil
Woz – seorang insinyur komputer yang sangat cerdas. Meski Woz lebih tua lima
tahun, tetapi karena kesamaan minat, mereka cepat menjadi akrab.
Meski cerdas dan inovatif, Jobs selalu bermasalah dengan
pendidikan formalnya. Di sekolah, dia terkenal siswa yang bengal. Bahkan Jobs
hanya kuliah selama satu semester dan memutuskan drop-out. Jobs lebih suka masuk ke kelas seni tipografi dan
kelas-kelas spiritual.
Akhirnya, sekitar tahun 1974, Jobs nekat pergi ke India
untuk mencari pencerahan spiritual, meninggalkan karier yang baru saja
dirintisnya sebagai desainer video game di Atari.
Era Silicon Valley
Setelah kembali ke Silicon Valley, Jobs banyak bekerja
bersama dengan Woz yang saat itu mengembangkan komputer berukuran “kecil”,
hanya terdiri dari sebuah papan sirkuit.
Karena relatif kecil, tentunya
komputer ini juga akan murah bila nantinya diproduksi. Dan ternyata memang
banyak yang suka dengan kreasi Woz ini.
Naluri bisnis Jobs bergejolak. Dia
sadar, bila berhasil diproduksi, komputer kecil tersebut akan laris. Jobs lalu
mulai merombak garasinya menjadi workshop untuk memproduksi komputer tersebut. Kemudian terciptalah Apple I.
Woz terus mengembangkan komputer tersebut dan terciptalah
Apple II pada tahun 1977. Apple II ini jauh lebih canggih daripada Apple I.
Sadar akan potensi bisnis yang terpendam pada komputer Apple II ini, Steve lalu
mencari suntikan modal. Dia berhasil meyakinkan Mike Markkula yang akhirnya
memberikan suntikan dana sebesar US$250.000.
Dalam sekejap saja, Apple telah
menjadi perusahaan besar. Pada tahun 1980, nilai perusahaan telah mencapai US$1,2
miliar dan penghasilan Jobs telah mencapai US$200 juta.
Apple kemudian mendapat tantangan dari IBM, perusahaan
yang sudah lebih dahulu mapan. IBM berencana untuk segera masuk ke pasar dengan
memproduksi personal computer.
Demi
mempertahankan diri, Apple kemudian mengembangkan proyek yang dinamai Lisa,
dipimpin sendiri oleh Jobs. Lisa diperkirakan bakal menjadi terobosan baru di
dunia komputer, karena menggunakan antarmuka grafis. Namun kenyataan pahit
harus diterima oleh Jobs. Dia “ditendang” dari proyek Lisa karena dianggap manajer
yang terlalu temperamental.
Dengan bara dendam yang menyala, Jobs kemudian membuat
proyek sendiri yang disebut Macintosh. Tujuannya adalah membuat komputer grafis
yang lebih murah daripada Lisa dan jauh lebih mudah dioperasikan, sehingga
diharapkan akan menggerogoti pasar Lisa.
Mac memang akhirnya terbukti lebih sukses ketimbang Apple
III dan Lisa. Tetapi mungkin karena kekacauan yang tercipta akibat perseteruan
internal tersebut, ditambah lagi persaingan ketat dari IBM, perlahan dominasi
Apple memudar. Ini akhirnya berakibat Jobs bukan cuma tersingkir dari
sebuah proyek tapi nantinya tersingkir pula dari Apple.
Semula Jobs “disingkirkan” dari posisi manajerial. Dia
hanya menempati posisi chairman of the
board. Gatal karena memang panggilannya adalah membuat komputer yang
canggih, Jobs berencana mendirikan perusahaan baru bernama NeXT dengan membawa
serta beberapa insinyur dan tenaga marketing terbaik dari divisi Mac.
Ketika dia memberitahukan hal ini ke jajaran direksi
Apple, mereka spontan menolaknya dan bahkan mengancam untuk memperkarakan ke
pengadilan. Inilah yang akhirnya membuat Jobs meninggalkan Apple dan menjual
saham-sahamnya.
Setelah keluar dari Apple, Jobs benar-benar mendirikan
NeXT pada tahun 1985, dengan visi membuat sebuah komputer yang terbaik, baik
dari segi hardware, software, maupun dalam proses pembuatannya.
Pada tahun 1986, Jobs membeli divisi komputer grafis Lucasfilm, perusahaan yang
memproduksi film-film Star Wars dan Indiana Jones. Perusahaan baru ini akhirnya
diberi nama Pixar. Pixar berkonsentrasi membuat perangkat keras grafis 3D,
misalnya scanner yang bisa
menampilkan gambaran tubuh manusia secara 3D untuk keperluan medis.
Namun produk perangkat keras NeXT dan Pixar rupanya
terlalu canggih dan sulit diterima pasar. Apalagi kecanggihannya itu sudah
tentu harus ditebus dengan harga yang mahal. NeXT dan Pixar berada di ambang
kegagalan yang membuat keduanya gonjang-ganjing. Akhirnya untuk menghindari
kebangkrutan, NeXT dan Pixar sama-sama menghentikan produksi perangkat keras
dan berfokus di perangkat lunak. NeXT di bidang bisnis dan Pixar di bidang
animasi 3D.
Pixar lebih beruntung dibandingkan dengan NeXT karena
akhirnya mampu memproduksi animasi-animasi 3D di bidang periklanan dan otomatis
bisa hidup dari pendapatan membuat film iklan tersebut. Animasi iklan yang
diproduksi Pixar rupanya menarik minat studio Disney yang menawarkan kerja sama
untuk membuat film animasi. Itu terjadi pada tahun 1991. Tapi entah kenapa,
pada tahun 1993 pihak Disney membatalkan kontrak tersebut.
John Lasseter,
kepala divisi Pixar, akhirnya mencoba meyakinkan Disney dengan menyempurnakan
skrip film animasi tersebut. Untunglah kali ini proyek tersebut terus berjalan
hingga pada tahun 1995 dirilislah sebuah film berjudul "Toy Story". Dan seperti
yang sama-sama kita ketahui, film tersebut mendulang sukses yang luar biasa.
Nama Jobs juga tertulis di film tersebut sebagai produser.
Lagi-lagi insting bisnis Jobs berbicara. Memanfaatkan momentum suksesnya "Toy
Story", ditambah brand image Disney
yang memang kuat mencengkeram di bidang animasi, Jobs membawa Pixar go public. Hasilnya tidak main-main.
Saham Pixar sukses di Wall Street dan kekayaan Jobs yang memegang 80% saham
Pixar melonjak menjadi lebih daripada US$1,5 miliar!
Kontras dengan bangkitnya
Jobs di bisnis TI, Apple justru memasuki masa-masa suram. Apple tak mampu
menghadang kreativitas Microsoft yang kala itu menelurkan Windows 95. Penjualan
Mac turun drastis dan Apple terancam bangkrut.
Apple segera menunjuk CEO baru yaitu Gil Amelio yang
diharapkan mampu menyelamatkan perusahaan tersebut. Langkah awal yang dilakukan
Gil Amelio adalah menyegarkan sistem operasi Mac yang saat itu sudah tidak lagi
up-to-date.
Yang terpilih sebagai
calon penerus MacOS adalah NeXTSTEP, sistem operasi buatan NeXT. Maka, Apple
merogoh kocek hingga US$ 400 juta untuk mengakuisisi NeXT di tahun 1995. Dan
kembalilah Steve Jobs ke perusahaan yang pernah “durhaka” padanya sepuluh tahun
sebelumnya.
Di bawah Gil Amelio, Apple tak kunjung membaik. Bahkan di
kuartal pertama 1997, kerugian Apple mencapai US$700 juta. Direksi akhirnya
memutuskan untuk mendepak Gil Amelio karena “prestasi”-nya tersebut dan
menunjuk Steve Jobs untuk menjadi pejabat CEO.
Segeralah Jobs melakukan
berbagai efisiensi dan inovasi di sana-sini. Bagaimanapun, dialah yang
mendirikan Apple. Tentu dia tak rela jika Apple harus runtuh begitu saja.
Ratusan proyek yang dianggap tak lagi punya masa depan dihentikan. Produksi hardware dipersempit hingga menjadi empat macam saja. Jobs bahkan memutuskan untuk menghentikan
perselisihan paten dengan Microsoft. Slogan baru juga dicanangkan, yaitu “Think
Different”, yang menyebarkan ide bahwa pengguna Mac adalah pemimpi yang dapat
mengubah dunia.
Akhirnya perlahan tapi pasti, kepercayaan diri Apple
meningkat kembali, walau kejayaan itu tidak serta merta kembali. Dibutuhkan
waktu sekitar tiga tahun sebelum Apple kembali menjadi penantang serius di
dunia TI
Pada tahun 1998, Steve bersama Apple memperkenalkan
komputer desktop yang benar-benar
revolusioner, iMac. Desainnya yang unik dan berwarna cerah mampu
menjungkirbalikkan desain monoton saat itu yang melulu berwarna hitam atau beige. Inilah produk Apple yang
benar-benar inovatif sejak 1984!
Bayangkan, tanpa Steve Jobs, selama 14 tahun
Apple ternyata tidak mampu menelurkan produk-produk yang inovatif. Dan hanya
tiga tahun dibutuhkan oleh Jobs setelah kembali ke Apple untuk membawanya
kembali ke papan atas.
Apple makin bersinar ketika menelurkan MacOS X pada tahun
2001. Inipun sebenarnya buah tangan dingin Jobs, karena MacOS X aslinya
hanyalah “rebranding” dari NeXTSTEP.
MacOS X menjadi sangat penting karena akhirnya di atas platform ini muncul
berbagai aplikasi yang mendukung strategi digital hub yang dicanangkan Apple.
Strategi
ini dipaparkan oleh Jobs pada even Macworld San Francisco, pada bulan Januari
2001. Saat itu Jobs membeberkan visinya mengenai komputer personal. Meskipun
para analis memperkirakan bahwa kelak komputer personal akan “hilang” dan
digantikan oleh terminal internet, Jobs percaya bahwa komputer akan berevolusi
menjadi peranti digital yang mendukung gaya hidup digital. Komputer akan
berubah menjadi perangkat yang mampu menjembatani berbagai perkakas digital
seperti kamera digital (baik foto maupun video), pemutar MP3, telpon genggam,
dan lain-lain.
Visi ini akhirnya membawa Apple untuk menghasilkan
berbagai produk aplikasi yang digolongkan sebagai iApps, yaitu iMovie (1999),
iTunes (2001), iDVD (2001), iPhoto (2002), iCal dan iSync (2002), GarageBand
(2004), dan iWeb (2006). Berbagai peranti tersebut boleh dibilang merupakan
amunisi untuk meraih kembali pangsa pasar komputer personal yang terlalu
didominasi oleh Microsoft dengan Windows-nya.
Yang tak disangka-sangka, kilau gemilang Apple justru
berawal dari perangkat iPod, yang semula bahkan oleh Jobs sendiri dipandang
sebelah mata.
Saat itu Jobs sebenarnya ingin fokus mengembangkan peranti desktop video. Namun ia segera menyadari
bahwa hal tersebut masih belum lazim.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa
membuat perangkat yang memiliki lompatan teknologi terlalu jauh justru mubazir,
Jobs lalu memutuskan untuk lebih mengembangkan pemutar MP3 untuk Apple. Saat
itu memang musik digital sedang menjadi isu yang sangat hangat-hangatnya.
iPod
akhirnya juga membawa Apple untuk terjun ke bisnis musik digital dengan
mendirikan iTunes Music Store.
Pada tahun 2003, Jobs terserang kanker pankreas.
Sebenarnya kanker ini bukanlah jenis yang mematikan jika segera dioperasi. Tapi
sayangnya Jobs menolak opsi untuk dioperasi. Dia lebih memilih untuk menjalani
terapi yang berasal dari negara-negara Timur.
Meski akhirnya setuju juga untuk
dioperasi, namun nampaknya sudah terlambat. Kanker inilah yang terus
menggerogoti kesehatannya. Di tahun 2009, Jobs tidak lagi tampil di berbagai event dimana ia mestinya tampil.
Namun kanker sepertinya bukan halangan bagi Jobs untuk
terus berinovasi. Tahun 2007, Apple kembali menggebrak dengan produk
inovatifnya, iPhone. Bahkan di tahun 2010, ia mengejutkan banyak orang dengan
kembali tampil di berbagai event,
termasuk ketika memperkenalkan iPad.
Tetapi Jobs akhirnya menyerah juga. Pada
bulan Agustus 2011 lalu, ia menyampaikan permohonan pengunduran dirinya dari
Apple. Dan belum genap sebulan setelahnya, ia pun pulang menghadap Sang
Pencipta.
Steve Jobs mungkin memang tidak ada lagi di tengah kita.
Namun semangat dan produk buah tangan dinginnya akan selalu berada di
sekeliling kita..
0 komentar